Dalam Al-Qur’an, salah satu ayat tentang zakat adalah Surat At Taubah ayat 103. Berikut ini terjemah dan tafsirnya.

Surat At Taubah Ayat 103 dan Artinya

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At Taubah: 103)

Baca juga: Sedekah Paling Utama

Ayat tentang Zakat dan Hikmahnya

Berbeda dengan ayat tentang zakat lainnya yang berisi perintah berzakat, ayat ini justru diawali dengan perintah khudz (خذ) yang berarti ambillah. Jika ayat-ayat lain ditujukan kepada orang yang wajib membayar zakat (muzakki), perintah ayat ini ditujukan kepada Rasulullah sebagai amil agar memungut zakat dari para muzakki.

Ayat ini juga menjelaskan hikmah zakat. Yaitu untuk membersihkan harta dan menyucikan jiwa orang yang berzakat. Ayat ini sekaligus mengajarkan kepada amil untuk mendoakan muzakki. Dengan doa itu, muzakki mendapatkan ketenangan dan ketenteraman.

Tafsir Surat At Taubah Ayat 103

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir menjelaskan, “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Rasul-Nya untuk mengambil zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka melalui zakat tersebut. Pengertian ayat ini umum, sekalipun sebagian ulama mengembalikan dhamir yang terdapat pada lafazh amwaalihim kepada orang-orang yang mengakui dosa-dosa mereka dan yang mencampurbaurkan amal shalih dengan amal buruknya.”

Istilah shadaqah (صدقة) dalam ayat ini maknanya adalah sedekah wajib yaitu zakat. Shadaqah berasal dari kata shadaqa (صدق) yang artinya benar. Orang yang menunaikan zakat dan gemar bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Sedangkan zakat berasal dari kata zakaa–yazuuku–zakatan (زكى-يكوز-زكاة) yang artinya adalah murni (نقاء), bertambah (زيادة), dan suci (التطهير).

Ibnu Katsir menjelaskan, sebagian Arab Badui menolak membayar zakat setelah wafatnya Rasulullah karena memahami ayat ini khusus untuk beliau. Abu Bakar ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu pun secara tegas meluruskan pemahaman mereka bahkan memerangi mereka yang menolak membayar zakat.

Dengan tegas, Abu Bakar ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengatakan:

وَاللَّهِ لَوْ مَنَعُونِى عَنَاقًا كَانُوا يُؤَدُّونَهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – لَقَاتَلْتُهُمْ عَلَى مَنْعِهَا

Demi Allah, seandainya mereka membangkang terhadapku, tidak mau menunaikan zakat ternak untanya yang biasa mereka tunaikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sungguh aku benar-benar akan memerangi mereka karena pembangkangannya itu.

Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar juga menjelaskan penafsiran serupa. Bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengambil tindakan tegas yaitu memerangi Malik bin Nuairiyah. Sebabnya, Malik bin Nuairiyah berpendapat bahwa tidak perlu membayar zakat.

Allah kemudian memerintahkan amil untuk mendoakan orang yang membayar zakat.

وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ

dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan doa amil untuk muzakki ketika Abu Aufa membayar zakat:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ أَبِى أَوْفَى

Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada keluarga Abu Aufa. (HR. Bukhari)

Menurut Ibnu Abbas, sakanul lahum maknanya menjadi rahmat buat mereka. Sedangkan menurut Qatadah, maknanya menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. Wallahu a’lam bish shawab. [LAZ Ummul Quro]

Pin It on Pinterest

Share This