Seorang pengusaha bertanya kepada Syekh Dr Yusuf Qardhawi, apakah cara mengeluarkan zakat berupa produk atau nilai.
Ia mencontohkan, usahanya adalah garmen yang memproduksi jas dari sutra. Setiap tahun, selalu ada sisa bahan dari sutra milik perusahaannya. Nah, apakah boleh mengeluarkan zakat dalam bentuk produk (jas sutra atau kain sutra)? Atau harus berupa nilai (uang)? Dan berapa besaran zakatnya?
Zakat Berupa Nilai Harga
Syekh Dr Yusuf Qardhawi menjelaskan, pada dasarnya zakat perdagangan atau perindustrian adalah dengan mengeluarkan nilai harganya. Pertama, karena zakat diwajibkan atas nilai harganya bukan jenis barangnya. Kedua, orang yang berhak menerima zakat, khususnya fakir miskin, lebih mudah memanfaatkan nilai harganya daripada jenis barang tersebut.
Misalnya dalam contoh kasus tersebut, jika yang mendapat sutra adalah laki-laki miskin yang tidak memiliki istri atau anak perempuan, ia tidak bisa memanfaatkannya. Kalau pun yang menerima adalah wanita, sutra atau jas sutra yang mahal tidak cocok baginya. Jauh lebih bermanfaat zakat berupa nilai harga (uang) yang dengannya ia bisa belanja kebutuhan pokok atau untuk biaya pendidikan anak.
Baca juga: Dalil Zakat
Contoh lain jika sebuah perusahaan memproduksi kacamata. Jika zakatnya berupa kacamata, apakah orang yang menerima zakat tersebut benar-benar butuh kacamata? Tentu berbeda dengan zakat berupa uang yang dengan mudah ia belikan apa yang menjadi kebutuhannya.
Contoh berikutnya jika sebuah perusahaan memproduksi jam tangan mahal. Jika orang miskin menerima zakat berupa jam tangan tersebut, apa manfaat baginya? Ia tidak butuh jam tangan mahal, bahkan yang yang murah pun belum tentu butuh. Akan jauh lebih bermanfaat jika ia menerima zakat berupa uang yang bisa ia gunakan untuk membeli bahan-bahan makanan, pakaian, bayar listrik, dan kebutuhan lainnya.
Baca juga: Sedekah untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal
Syarat Zakat Berupa Produk
Meskipun secara umum zakat itu berupa nilai harga, boleh dalam kondisi tertentu mengeluarkan zakat dalam bentuk produk. Namun, menurut Syekh Dr Yusuf Qardhawi, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Perusahaan mengalami kelesuan dalam pemasaran dan pemilik perusahaan tidak memiliki uang tunai untuk membayar zakat.
2. Produk atau barang perusahaan tersebut merupakan kebutuhan fakir miskin. Misalnya bahan makanan atau barang yang seketika itu bisa dimanfaatkan atau disimpan oleh penerima zakat.
3. Sebelumnya harus ditawarkan kepada fakir miskin apakah mereka mau menerima barang tersebut. Apabila tidak ada yang mau menerima, maka zakat harus tetap dalam bentuk nilai harga (uang). [Mbk/Lazuq.org]