Menyembelih hewan qurban merupakan ibadah khusus pada bulan Dzulhijjah, yakni pada Idul Adha atau hari tasyrik. Bagaimana hukum qurban khususnya bagi orang kaya yang mampu berqurban? Wajib atau sunnah?

Terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai hukum qurban ini. Pendapat pertama mengatakan hukumnya wajib bagi yang mampu. Sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa hukumnya sunnah.

Wajib bagi yang mampu

Pendapat pertama menyatakan bahwa hukum qurban adalah wajib bagi yang mampu. Di antara ulama yang berpendapat hukumnya wajib adalah Abu Hanifah, Al Laits bin Sa’ad, Al Awza’i, Ats Tsauri, dan Imam Malik dalam salah satu pendapatnya. Dalil mereka antara lain firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Maka dirikanlah shalat untuk Tuhanmu dan berqurbanlah, (QS. Al Kautsar: 2)

Kata inhar (انحر) berasal dari kata nahr (نحر) yang artinya pangkal leher, sekitar tempat meletakkan kalung. Dari sana muncul makna penyembelihan karena menyembelih unta itu di pangkal leher. Karenanya wanhar diartikan dan berqurbanlah.

Dalil lainnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rizki) tetapi tidak berqurban, janganlah ia mendekati tempat shalat kami. (HR. Ibnu Majah; hasan)

Baca juga: Keutamaan Sedekah

Sunnah muakkadah

Pendapat kedua menyatakan bahwa hukum qurban adalah sunnah muakadah. Yakni sunnah yang sangat dianjurkan.

Syaikh Dr Yusuf Qardhawi dalam Fatawa Mu’ashirah (Fatwa-Fatwa Kontemporer) menjelaskan, hukum qurban adalah sunnah muakkadah menurut mayoritas mazhab, kecuali mazhab Abu Hanifah  yang berpendapat bahwa hukumnya wajib. Karena hukumnya wajib, maka berdosalah orang yang mampu berqurban tetapi tidak berqurban. Sedangkan menurut mayoritas mazhab, karena hukumnya sunnah, makruh jika mampu tetapi tidak berqurban.

Di antara dalil pendapat kedua ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ

Jika masuk bulan Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian ingin menyembelih qurban, maka hendaklah ia tidak memotong sedikitpun dari rambut dan kukunya. (HR. Muslim)

Hadits ini menggunakan kalimat wa araada (واراد) yang dikaitkan dengan kemauan. Jika menyembelih qurban itu wajib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak akan menggunakan kalimat tersebut.

Hujjah lainnya, Abu Bakar ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu tidak menyembelih selama setahun atau dua tahun karena khawatir jika dianggap wajib. Dan tidak ada satu pun sahabat yang menentang keduanya. Artinya, qurban tidak wajib.

Baca juga: Kisah Nyata Hutang Lunas atas Pertolongan Allah

Namun, di luar hukum qurban apakah wajib atau sunnah muakkadah, keutamaan qurban luar biasa dan sebaiknya tidak ditinggalkan ketika mampu. Terlebih saat banyak dhuafa membutuhkannya. Qurban membawa kegembiraan karena mereka bisa menikmati daging yang selama ini mungkin sangat jarang mereka merasakannya. Wallahu a’lam bish shawab. [LAZ Ummul Quro]

Pin It on Pinterest

Share This