“Lik, kalau sampai besok kamu nggak bisa membayar utang, kosongkan rumah ini,” ancam rentenir pagi itu.

Malik gelagapan. Tiba-tiba dunia terasa sempit. Dadanya sesak seperti kena covid.

Tiga tahun sudah Malik bergelut dengan masalahnya. Namun, tak kunjung ia sanggup menyelesaikannya. Utang itu membelit begitu kencang. Laksana piton membelit mangsa. Sungguh benar ajaran Islam. Riba sangat berbahaya. Ia tersiksa dengan bunga yang membuat utangnya jadi berlipat ganda.

Malik sudah berusaha mencari pinjaman ke sana ke mari, tapi hasilnya nihil. Kurang dari 24 jam lagi rumah satu-satunya akan disita.

Istri Minta Cerai, Anak Terancam Putus Sekolah

Setelah si rentenir pergi, datanglah tamu kedua. Istrinya sendiri. Sudah dua tahun ia pisah ranjang dengan wanita yang ia cintai itu.

“Kalau Abang belum juga menandatangani surat cerai saya, besuk siang akan ada yang datang menjemput paksa Abang. Jadi besuk pukul 12 siang, saya tunggu di Pengadilan Agama untuk tanda tangan surat cerai!” Malik semakin pusing. Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga lagi.

Ia jadi sangat menyesali masa lalunya. Ia ingat betul saat itu, ketika masih jaya-jayanya, ia hobi minum dan main judi. Ketika usahanya bangkrut, hobi itu tetap jalan. Bahkan jadi pelarian. Suatu hari ketika mabuk, terjadilah ‘perselingkuhan’ tersebut. Ia sudah menjelaskan bahwa selingkuh itu tidak sengaja. Namun istrinya tidak terima. Pulang ke rumah orangtuanya dan meminta cerai secepatnya.

Malik sudah berusaha mengulur waktu. Agar perpisahan itu tak terjadi. Namun sang istri tampaknya sangat serius dan tak bisa dihalangi.

Setelah Ashar, anak pertama pulang. “Pak, besok aku nggak bisa sekolah lagi!”
“Kenapa?”
“Sudah tujuh bulan Bapak belum membayarkan SPP-ku.”

Malik semakin bingung. Tiga masalah menumpuk dan memuncak di hari itu. Ia tak sanggup menghadapinya. Pandangannya makin gelap. Pikirannya kalap. Tak kuat menghadapi semua itu, Malik ingin mengakhirinya. Bunuh diri.

Enam Amalan Wasiat Rasulullah

Untunglah Malik masih memiliki iman. Sebelum bunuh diri, ia ingat belum Shalat Isya’. Sebenarnya sudah lama Malik tidak shalat. Namun entah mengapa, ia ingin shalat untuk terakhir kalinya sebelum meninggal.

Keinginan untuk shalat itu rupanya adalah taufik dari Allah yang membuat Malik secara tak sengaja mengamalkan 6 amalan yang diwasiatkan Rasulullah kepada umatnya jika sedang dilanda gelisah. Fal yatawadh-dha’, langkah pertama adalah berwudhu.

Setelah mengambil wudhu, hati Malik mulai tenang. “Ya Allah… saya belum pernah dapat ketenangan seperti ini!”

Malik kemudian menunaikan shalat Isya’. Persis seperti langkah kedua dalam wasiat Rasulullah: wal yushalli rak’atain. Meskipun yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah Shalat Hajat, namun esensinya sama dengan Shalat Isya’ yang Malik kerjakan.

Setelah shalat, Malik melihat Al Qur’an di atas rak bukunya. “Mengaji dulu ah, untuk terakhir kali,” kata Malik. Secara tak sengaja matanya menemukan Surat Ali Imran ayat 26 saat membuka mushaf terjemah itu.

”Katakanlah, ‘Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Seakan-akan Allah mengatakan kepada Malik: “Lik, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Siapa yang bisa menyita rumahmu jika Allah mengamankannya? Siapa yang bisa membuatmu bercerai jika Allah menyatukan engkau dan istrimu? Kata siapa anakmu akan putus sekolah jika Allah memberi rezeki? Semua keputusan ada di tangan-Ku.”

Namun Malik masih belum percaya. Dalam benaknya masih terpikir, bagaimana mungkin ia bisa mendapatkan uang 15 juta dalam hitungan jam. Bagaimana mungkin rumah tangganya kembali harmonis jika besok jam 12 ia harus bercerai di pengadilan.

Malik meneruskan bacaannya. ”Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki, tanpa batas.” (QS. Ali Imran: 27)

Malik masih ragu. Ia coba membuka lembaran mushaf yang lain secara acak. Di hadapannya kini terpampang Surat Faathir ayat 2-3.

”Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yan dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling?”

Setelah membaca ayat ini, Malik pun sadar. Ia memohon ampun kepada Allah karena telah berniat bunuh diri. Bulir-bulir air mata membasahi pipinya.

Malik kemudian mematikan seluruh lampu di rumahnya, kecuali lampur kamarnya dan kamar anaknya. Ia ingin bermunajat kepada Allah dengan khusyu’. Rupanya itu amal keempat dalam wasiat Nabi setelah berwudhu, shalat dan membaca Qur’an.

Malik berdoa dengan penuh kesungguhan, dengan penuh kekhusyu’an, meminta kepada Allah agar rumahnya tidak disita, tidak bercerai dengan istrinya dan anaknya tidak dikeluarkan dari sekolah. Malik mengiringi doanya dengan membaca asmaul husna yang dihafalnya: Ya Aziizu ya Hakiim, ya Ghafuru ya Rahiim.

Malik terus berdoa dan membaca asmaul husna hingga jam 1 dini hari. Hari telah berganti, mata terasa mengantuk, tetapi Malik tidak menyerah. Ia kembali mengambil wudhu dan membaca Al Qur’an lagi. Kali ini ayat yang ia buka tepat tentang keutamaan taqwa dan tawakkal. Surat Ath Thalaq ayat 2-3.

”Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”

Selesai membaca ayat ini, Malik kembali berdoa. Namun, kali ini doanya berbeda dari doa sebelumnya. Ia benar-benar bertawakkal dalam doanya. “Ya Allah… ampuniah dosaku. Jika besok para rentenir itu datang, aku memasrahkan rumah ini. Aku telah menyerahkan semuanya kepadaMu…”

Setelah bertawakkal, kini Malik mendapatkan petunjuk untuk melakukan amalan keenam yang Nabi wasiatkan. Yakni wal yatashaddaq. Bersedekahlah. Malik ingat bahwa yang akan disita dalah rumahnya saja, sedangkan isinya tidak. Maka ia pun berencana menyedekahkan isi rumah itu. Ia akan keluar dari rumah itu hanya membawa pakaian saja. (Baca: Keutamaan Sedekah)

Adzan Subuh berkumandang. Malik yang sebelumnya hampir tak pernah ke masjid, kini pergi ke rumah Allah itu untuk shalat berjamaah. Selesai shalat, dzikir dan doa, Malik tidak langsung pulang. Ia ingin terus menenangkan hatinya di masjid. Ia pun membaca surat Al Waqi’ah. Ia pernah mendengar, siapa yang membaca surat Al Waqi’ah akan dijauhkan dari kefakiran.

Baca juga: Pengertian Zakat

Pertolongan Allah

Tepat jam 6 pagi, Malik keluar dari masjid. Mendekati rumahnya, ia melihat sudah ada orang yang menunggu di sana.

“Keterlaluan si rentenir, janji datang jam 10, jam 6 sudah di sini,” gumamnya. Namun, ia tetap merasa tenang. Tawakkalnya sudah sampai di puncak.

Rupanya orang yang menunggunya itu bukan rentenir, melainkan teman lamanya.
“Sebenarnya gue ada order Lik. Elu kan jago naksir alat-alat berat, bantu gue ya,” kata sang teman. Malik memang jago menaksir harga. Ia minta Malik menemaninya ke luar kota, lokasi pelelangan alat berat.
“Maaf, nggak bisa. Gue lagi males,” jawab Malik.
“Aduh Lik, tolong dong… bisa rugi gue kalau elu nggak ikut”

Malik yang sebenarnya berat untuk pergi karena ingat rentenir akan datang, menjawab sekenanya. “Begini, deh. Kalau memang elu mau tetap ngajak gue juga, siapkan duit 50 juta cash di meja gue.”

Rupanya, kalimat iseng yang keluar dari mulut Malik itu ditanggapi serius oleh sang teman. “Lik, kalau 50 juta mah nggak ada. Tapi kalau 25 juta ada, pagi ini cash pun gue siapin”
“Apa?” Malik tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Kalau 25 juta, bisa langsung gue siapin. Cash”

Alhamdulillah… Malik sangat bersyukur. Demikian ajaib pertolongan Allah. Masalah utang 15 juta itu beres, bahkan ada sisa 10 juta. Tinggal dua masalah lagi. Istri dan anak.

Baru saja menerima uang 25 juta, tamu lain datang ke rumah. Istri Malik. Rupanya, ketika Malik berdoa di malam hari, anaknya yang bungsu tak bisa tidur. Menangis sepanjang malam.
“Barangkali anakmu kangen bapaknya, ajaklah bertemu besuk pagi sebelum kalian bercerai,” kata orangtua kepada istri Malik.

Dengan wajah berbinar dan penuh bahagia, Malik menyambut istrinya dan langsung memeluknya.
Istri Malik kaget. Sempat risih dengan perlakuan itu. Tetapi ia tidak bisa membohongi hatinya sendiri. Masih ada cinta untuk suaminya.

“Alhamdulillah, Mah, kita selamat!”
“Selamat apa Bang?”
“Abang dapat duit, nih 25 juta. Mamah tahu kan rumah kita diincar rentenir gara-gara utang Abang 15 juta. Ini uang 15 juta nanti Mamah pegang, bayarkan ke rentenir biar nggak datang lagi selamanya. Katanya mau datang jam 10. Sisanya kita bagi dua. 5 juta buat ongkos Abang ke Riau, yang 5 juta Mamah pegang buat urusan anak-anak. Selama Abang di Riau, tolong jaga anak-anak ya.”
“Iya Bang.” Entah mengapa tiba-tiba kata-kata itu yang keluar dari bibir istrinya. Istri yang tadinya bersikeras meminta cerai tiba-tiba luluh hatinya. Cinta yang layu itu dengan cepat tumbuh kembali.

Permasalahan kedua pun selesai. Tinggal permasalahan ketiga, yaitu masalah SPP anak. Masalah ini justru yang paling ringan. Sebab SPP anaknya hanya Rp 50 ribu per bulan. Menunggak 7 bulan. Jadi totalnya hanya Rp 350 ribu. [LAZ Ummul Quro]

*Disarikan dari Buku Kun Fayakun 2 karya Ustadz Yusuf Mansur

Pin It on Pinterest

Share This