Salah satu golongan yang berhak menerima zakat (mustahik) adalah fi sabilillah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At Taubah: 60)
Kalau dulu, para mujahid atau orang yang berperang membela agama Allah adalah fi sabilillah. Misalnya mujahid Perang Badar, Perang Uhud, Perang Muktah, dan sebagainya. Di zaman sekarang, siapakah fi sabilillah yang berhak menerima zakat? Berikut ini 3 contoh fi sabilillah di zaman sekarang.
Mujahid Palestina
Muslim Palestina yang sedang berjuang menghadapi penjajahan Israel termasuk fi sabilillah. Para ulama seperti Syekh Dr Yusuf Qardhawi rahimahullah menilai demikian. Sebagaimana juga dulu para muslim pejuang kemerdekaan Indonesia, mereka juga termasuk fi sabilillah yang berperang melawan penjajah Belanda dan Jepang.
Guru Ngaji
Guru ngaji atau guru TPQ juga merupakan contoh fi sabilillah di zaman sekarang. Mereka berhak menerima zakat. Apalagi jika mereka tidak memiliki sumber penghasilan lain padahal gaji dari madrasah diniyah atau TPQ umumnya sangat kecil.
Baca juga: Zakat Diberikan kepada Guru Ngaji
Guru Sekolah Islam
Syekh Dr Yusuf Qardhawi menjelaskan, boleh memberikan zakat kepada guru di sekolah Islam dengan pertimbangan bahwa sekolah-sekolah tersebut adalah pondasi utama dari kehidupan Islam yang modern. Agar anak-anak muslim tidak tumbuh sebagai masyarakat yang buta huruf di tengah tantangan zaman yang semakin berat. Juga agar tidak tumbuh sekedar terpelajar tapi hatinya kosong dari keimanan dan wawasannya kosong dari keislaman.
Hal itu sesuai dengan kaidah syariat Islam:
مَا لاَ يَتِمُّ الوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Apabila ada suatu kewajiban yang tidak akan lengkap kecuali dengan adanya sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu pun menjadi wajib adanya.”
Baca juga: Dalil Zakat
Dai dan Mubaligh
Di zaman sekarang yang tidak ada lagi perang melawan orang kafir dan penjajah –kecuali di Palestina- maka fi sabilillah menjadi lebih luas dengan peran yang sama seperti mereka yakni memperjuangkan agama Allah.
Saat ini, memperjuangkan agama Allah tidak dengan jihad perang tetapi dengan dakwah. Maka dai dan mubaligh yang berjuang menyebarkan agama Islam juga merupakan fi sabilillah. Wallahu a’lam bish shawab. [Mbk/LAZ Ummul Quro]