Shalahuddin Al-Ayyubi bukan hanya ahli strategi perang dan pemberani. Sang pembebas Palestina ini juga sosok yang sangat dermawan. Kisah-kisah sedekah Shalahuddin Al-Ayyubi sungguh sangat menginspirasi.
Menjamu Tamu
Shalahuddin Al-Ayyubi suka memberi makan. Ia juga sangat suka menjamu tamu. Mengamalkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidak seorang tamu pun Shalahuddin Al-Ayyubi izinkan keluar dari rumahnya kecuali harus makan terlebih dahulu.
Baca juga: Kisah Nyata Hutang Lunas atas Pertolongan Allah
Kedermawanan yang Mengantar Masuk Islam
Tak hanya tamu muslim, Shalahuddin Al-Ayyubi juga suka memuliakan dan menjamu tamu non muslim seperti utusan kerajaan lain. Pada bulan Syawwal 588 Hijriah, utusan Raja Barnas dari Antokia datang kepada Shalahuddin Al-Ayyubi. Ia meminta sesuatu kepada Sang Pembebas Palestina itu.
Bukan hal kecil yang Sultan Shalahuddin berikan. Beliau memberikan kepada utusan itu daerah Amqa yang ditaklukkan oleh Shalahuddin empat tahun sebelumnya. Shalahuddin juga menjamu utusan itu dengan hidangan-hidangan lezat.
Saat sedang menyantap makanan, Shalahuddin mendakwahi orang itu dan mengajaknya masuk Islam. Ternyata, utusan itu dengan senang hati masuk Islam.
Baca juga: Pahala Sedekah
Memuliakan Ulama
Seorang ulama dan ahli tasawuf datang ke perkemahan Shalahuddin Al-Ayyubi pada 584 Hijriah. Ketika ia datang, Shalahuddin tidak berada di tempat. Anak buahnyalah yang menemuinya.Kepada mereka, ulama tersebut menceritakan bahwa dirinya ingin bertemu Shalahuddin Al-Ayyubi karena kagum dengan akhlak Sultan tersebut.
Malamnya, Shalahuddin baru datang dan langsung menyambut ulama tersebut sebagai tamu kehormatannya. Usai jamuan, ia kembali ke tenda tamu.
Siangnya, Shalahuddin mencari ulama tersebut. “Ia sudah pergi,” jawab bawahannya.
“Kenapa kalian tidak memberi tahu aku sehingga aku bisa menjamunya sekali lagi dan mengantarnya?”
“Kami tidak suka dengan sikapnya yang kurang sopan. Dia pergi juga tanpa berpamitan kepada Sultan. Jadi, kami biarkan saja.”
Mendengar itu, Shalahuddin menyuruh mereka untuk mencarinya. Mendapati perintah Sultan begitu tegas seperti orang marah, mereka segera menulis surat untuk qadhi Muhyiddin di Damaskus agar membantu mencari ulama tersebut.
Beberapa waktu kemudian, ulama tersebut datang lagi. Kali ini Shalahuddin menjamunya lebih mewah lagi. Shalahuddin juga memberinya sejumlah uang dan banyak pakaian kepada ulama tersebut. [MBK/LAZ Ummul Quro]