Menyantuni anak yatim memiliki keutamaan yang luar biasa. Salah satu hadits keutamaan menyantuni anak yatim adalah hadits shahih riwayat Imam Bukhari yang sangat populer ini.
عَنْ سَهْلٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هَكَذَا » . وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى ، وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا
Dari Sahl, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini.” Kemudian beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah dengan agak merenggangkan keduanya. (HR. Bukhari)
Makna Hadits Keutamaan Menyantuni Anak Yatim
Siapakah orang yang Rasulullah maksudkan sebagai kafilul yatim (orang yang menanggung anak yatim)? Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Bari menjelaskan, maksudnya adalah orang yang mengurus kebutuhan dan kemaslahatannya. Menurut Imam Malik, anak yatim di sini meliputi anak yatim sendiri maupun anak yatim milik orang lain. Anak yatim milik sendiri tidak harus sebagai ibu, bisa pula sebagai kakek, paman, saudara laki-laki, atau kerabat lain anak yatim tersebut.
Jari telunjuk disebut as sabbabah (jari tasbih) karena digunakan bertasbih dalam shalat dengan berisyarat saat tasyahud.
Lebih jauh Ibnu Hajar menjelaskan, dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa perbedaan tingkat antara Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang yang menanggung anak yatim sama seperti perbedaan antara telunjuk dan jari tengah. Hadits ini juga mengukuhkan perintah menanggung anak yatim.
Makna lainnya, adalah menunjukkan dekatnya posisi orang yang menyantuni anak yatim dengan Rasulullah saat masuk surga. Makna ini didasarkan kepada riwayat Abu Ya’la dari Abu Hurairah, bahwa saat Rasulullah membuka pintu surga, tiba-tiba ada seorang perempuan yang menyusul beliau.
“Siapakah engkau?” Rasulullah bertanya kepada wanita itu.
“Aku adalah seorang perempuan yang menjanda dan mengurus anak-anak yatimku.”
Kedua makna ini bisa saja terjadi sekaligus. Orang yang menyantuni anak yatim, ia masuk surga lebih awal dan kedudukannya lebih tinggi daripada orang lain.
Dalam Syarh At-Tirmidzi dijelaskan, “Barangkali hikmah sehingga orang yang menanggung anak yatim diserupakan dalam hal masuk surga -atau kedudukannya di surga- dekat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, atau diserupakan dengan kedudukan beliau, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diutus kepada kaum yang tidak tahu tentang urusan agama mereka. Maka, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi penanggung mereka, pengajar, dan pembimbing. Demikian pula halnya orang yang menanggung anak yatim mengurus mereka yang tidak mengetahui urusan agamanya dan dunianya, membimbing mereka, mengajari mereka, serta membina akhlak mereka. Dari ini tampaklah kesesuaian tersebut.”
Baca juga: Hadits tentang Zakat
Bentuk Menyantuni Anak Yatim
Menyantuni anak yatim yang paling utama agar mendapatkan keutamaan sempurna seperti dalam hadits ini adalah menanggung segala kebutuhan anak yatim. Mulai dari memberinya tempat tinggal, memberinya makan, memberinya pakaian, hingga mencukupi biaya pendidikan.
Namun, menyantuni anak yatim secara berjamaah juga bisa mendapatkan keutamaan hadits tersebut. Karena tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menanggung sendirian anak yatim.
Bentuk menyantuni anak yatim secara berjamaah ini bisa berupa memberikan sedekah atau infak untuk kebutuhan makanan, pakaian, atau pendidikan anak yatim. Sementara dalam kesehariannya, anak yatim tersebut tetap bersama keluarganya atau berada di panti asuhan.
Bisa pula dengan berkontribusi pada program santunan anak yatim yang diselenggarakan oleh lembaga amil zakat. Misalnya di LAZ Ummul Quro ada program Santunan Anak Yatim dan Berbagi untuk Yatim. Berapa pun yang kita sedekahkan melalui program seperti ini termasuk bagian dari menyantuni anak yatim dan insya Allah mendapatkan keutamaan menyantuni anak yatim sebagaimana hadits di atas. Wallahu a’lam bish shawab. [Mbk/LAZUQ]